Keterangan |
: Kabupaten Pangandaran merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Jawa Barat sehingga perlu dilakukan pengembangan pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,73% setiap tahunnya (Disdukcapil Kab.Pangandaran, 2017), jumlah wisatawan yang terus meningkat, dan pertumbuhan fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran sebesar 2% setiap tahunnya mengakibatkan jumlah sampah yang ditimbulkan juga meningkat. Saat ini, terdapat TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Purbahayu yang terletak di Desa Purbahayu dengan sistem open dumping dengan lingkup pelayanan pengangkutan sebesar 24,53% dengan besar timbulan sebesar 11,75 ton/hari atau 47,04 m3/hari. Dibutuhkan pengolahan sampah untuk dapat mengurangi beban TPA Purbahayu dan memperpanjang umur tampung sampah. Oleh karena hal tersebut, dilakukan perencanaan fasilitas pengolahan anorganik dengan asumsi sampah yang masuk ke fasilitas adalah sampah anorganik dan ranting serta kayu dikarenakan perencanaan fasilitas seiring dengan perencanaan Material Biological Treatment (MBT). Dengan tidak melupakan hierarki pengelolaan sampah, mula – mula sampah yang masuk ke fasilitas akan dipilah dengan sistem semi-mekanis. Residu sampah sebesar 21,78 ton/hari yang tidak dapat didaur ulang dapat menjadi bahan baku refuse derived fuel (RDF) karena masih memiliki potensi energi yang dapat dimanfaatkan dengan teknologi termal pirolisis. Nilai kalor yang dimiliki bahan baku RDF adalah sebesar 5606,82 kkal/kg dengan kandungan kadar air sebesar 12,82%. Fasilitas ini direncanakan dapat beroperasi dari 2021 - 2040 dan dapat melayani pengelolaan sampah di Kabupaten Pangandaran sebesar 49%. Perencanaan fasilitas dimulai dengan tahapan pengumpulan data primer untuk mengetahui komposisi, karakteristik, dan timbulan yang masuk ke TPA Purbahayu mengacu pada SNI 19-2964-1995 serta pengumpulan data sekunder. Dilakukan penentuan alternatif sistem pemilahan terpilih dengan melakukan pembobotan untuk beberapa aspek, antara lain aspek teknis, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif teknologi termal dan yang terpilih adalah teknologi pirolisis. Bahan baku RDF akan melalui shredding sehingga mempermudah diolah di pirolisis. RDF yang melalui shredding disebut juga dengan fluff RDF. Komposisi sampah yang akan menjadi bahan baku RDF 23,65% ranting dan kayu; 3,28% styrofoam; 32,05% kemasan plastik,sedotan,dll; 5,53% tetrapack; 7,82% tissue, 19,85% kertas lain – lain; 2,59% karet/kulit; dan 5,23% tekstil. Teknologi termal pirolisis menghasilkan syngas, char, dan minyak yang dapat dimanfaatkan menjadi energi salah satunya adalah energi listrik, sehingga fasilitas ini merupakan fasilitas waste to energy (WtE) |