Keterangan |
: Kota merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang menarik banyak penduduk untuk datang. Tingkat urbanisasi yang tinggi menciptakan berbagai permasalahan dan eksternalitas di kota, seperti kemacetan, polusi, dan munculnya pedagang kaki lima. Aktivitas kaki lima ini menjadi permasalahan karena menduduki berbagai ruang publik sehingga menyebabkan kawasan kota menjadi semrawut dan kumuh. Di kota Jakarta, kawasan Tanah Abang merupakan wilayah yang terkenal dengan permasalahan kaki limanya. Berbagai program dan kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan kaki lima sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur No. 10 tahun 2015 dalam rangka menata kegiatan kaki lima. Berdasarkan Pergub ini PKL akan direlokasi ke lokasi-lokasi yang diperuntukkan bagi PKL, sementara lokasi yang sebelumnya ditempati PKL akan ditertibkan dan ditata sesuai dengan fungsi peruntukannya. Implikasinya para PKL yang saat ini masih menempati lokasi ilegal harus segera berelokasi ke lokasi formal. Relokasi PKL dapat dilakukan secara individu ataupun bersama. Relokasi PKL secara bersama memberikan manfaat yang lebih besar bagi PKL dibandingkan jika dilakukan secara individu, antara lain adanya pembagian biaya, pengurusan administrasi secara kolektif, penggunaan kios bersama untuk meringankan biaya, serta bertahannya basis konsumen. Namun relokasi bersama ini tidak mudah dilakukan karena membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang baik diantara pedagang. Untuk melakukan kerja sama dan koordinasi dibutuhkan modal sosial. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi modal sosial dan peran modal sosial dalam mendukung kesiapan PKL untuk melakukan relokasi bersama ke lokasi formal. Untuk mengetahui hal tersebut maka penelitian ini dilakukan pada dua lokasi, yaitu Pasar Tasik yang terletak di Pasar Tanah Abang Blok F2 lantai 5 yang merupakan komunitas pedagang kaki lima yang telah berhasil melakukan relokasi bersama pada tahun 2004 dan Pasar Sandang Said Naum yang merupakan komunitas PKL yang belum berhasil melakukan relokasi bersama. Pasar Tasik meliputi komunitas pedagang yang berasal dari berbagai daerah, seperti Tasikmalaya, Bandung, Soreang, Sumedang, Cimahi, Cicalengka, Majalaya, dan Jabodetabek; sementara komunitas PKL yang ada di Pasar Said Naum meliputi komunitas pedagang yang berasal dari Soreang dan komunitas pedagang asal Jakarta yang didominasi etnis Minang. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain penelitian holistic multiple case study. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, penelusuran dokumen dan media, serta wawancara mendalam semi terstruktur terhadap responden dari pedagang di kedua lokasi studi dan pemerintah. Analisis dilakukan dalam dua (2) tahapan: pencocokan parameter dengan kondisi empiris serta pencocokan pola empiris dengan pola proposisi. Hasil analisis dan temuan studi menunjukkan bahwa modal sosial berperan penting dalam mendukung kesiapan relokasi bersama PKL ke lokasi formal. Modal sosial yang penting adalah kepercayaan, jaringan, hubungan timbal balik, saling peduli, dan institusi; sementara kesiapan relokasi bersama yang paling sensitive terhadap modal sosial adalah organisasi yang aktif dan efektif, kemauan berbagi biaya, dan tindakan kolektif. Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa komunitas PKL Jakarta di Pasar Said Naum tidak akan mampu melakukan relokasi bersama karena tidak memiliki modal sosial yang dibutuhkan melakukan relokasi bersama, sedangkan PKL Soreang yang ada di Pasar Said Naum memiliki modal sosial yang baik sehingga berpotensi untuk berelokasi bersama. Oleh karena itu intervensi yang perlu dilakukan pemerintah untuk merelokasi PKL Jakarta adalah dengan memindahkan seluruh pedagang secara bersama, sekaligus membuatkan organisasi yang aktif dan efektif, menyediakan kios dengan harga terjangkau, membuat aturan yang tegas, serta memberi subsidi. Sementara untuk pedagang Soreang karena telah memiliki modal sosial hanya diperlukan sedikit sentuhan pemerintah melalui sosialisasi atau dorongan untuk melakukan relokasi atau memperluas fungsi paguyuban atau koperasi agar mampu mencari kredit kios dan mencari lokasi bagi pedagang serta kemampuan mengelola pasar. |